Sosialisasi Sekolah Ramah Anak

Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Peningkatan akses dan partisipasi, kualitas mutu dan pengelolaan yang akuntabel telah membuktikan adanya kemajuan dalam hal pembangunan pendidikan.Berbagai kebijakan dalam pendidikanmulai dari kebijakan 20 (duapuluh) persen anggaran pembangunan untuk pendidikan kebijakan alokasi BOS untuk semua peserta didik, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) baik laki-laki dan perempuan, serta Bantuan Beasiswa Miskinbaik di tingkat pusat maupun daerah, telah mendorong peningkatan akses dan partisipasi penduduk untuk bersekolah minimal Wajib Belajar (Wajar) 9 (sembilan) tahun. Disisi lain Reformasi Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) Pasal 1 Ayat 1sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran ke proses pembelajaran dipertegas dengan pernyataan agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya. Model pembelajaran yang berpusat pada pendidik (teacher centered) menjadi berpusat pada peserta didik (student centered) menegaskan keberpihakan sistem pendidikan nasional terhadap partisipasi anak. Namun dalam penerapannya, masih terkendala dengan berbagai masalah. Pemenuhan Hak Pendidikan Anak (PHPA) pun masih belum.

Proses pendidikan masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru menjadi pihak yang merasa paling benar dan tidak pernah salah, kejadian bullying di sekolah/madrasah masih sering terjadi Alasan kenapa anak-anak tidak pernah mendaftar ke sekolah, putus sekolah atau dikeluarkan dari sekolah sangatlah kompleks. Tidak semua penyebabnya secara eksklusif semata-mata berkaitan dengan sistem pendidikan tetapi berkaitan juga dengan masalah kesehatan dan kemiskinan. Tingginya tingkat kerusakan sekolah dan masih kurangnya fasilitas air bersih, sanitasi dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)  serta perpustakaan terutama di sekolah dasar menjadi hambatandalam penuntasan Wajib Belajar (Wajar) 9 (sembilan) tahun apalagi dengan kenyataan Indonesia memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi. Tingkat kerusakan yang cukup tinggi dan kurangnya fasilitas air bersih, sanitasi dan UKS serta perpustakaan di SD dan SMP menjadi persoalan tersendiri. Disisi lain, dalam hal Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bahwa partisipasi, kreativitas dan inisiatif peserta didik masih dianggap berbenturan dengan lingkungan belajar dengan keharusan mengejar nilai tertentu.

Seiring globalisasi yang menuntut peserta didik berpikir kreatif,kritis dan peduli, pendidikan di setiap tingkatan harus mengembangkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang bermutu denganmenjadikan kepentinganterbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) pun diarahkan agar sesuai dengan standar isi, kompetensi dan kompetensi lulusan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Setiap satuan pendidikan dituntut untuk menjalankan fungsi pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana gunamewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dengan kualitas/mutu dan relevan dengan nilai-nilai luhur dan lingkungan yang layak anak.

Pada tanggal 24 September 2020, diadakan Sosialisasi Sekolah Ramah Anak